Optimalisasi Cash Management System oleh SatuanKerja Dalam Membangun Cashless Society
pada tanggal
Monday, December 30, 2024
FAK-FAK, LELEMUKU.COM - Dengan semakin berkembangnya sistem teknologi informasi keuangan pada era sekarang ini, modernisasi dalam pengelolaan keuangan negara adalah sebuah keniscayaan. Seluruh proses yang melibatkan data transaksi penerimaan dan pengeluaran negara dituntut untuk mampu beradaptasi dengan dinamika perkembangan teknologi informasi yang terus bergerak secara dinamis. Tuntutan tersebut sejalan juga dengan harapan masyarakat Indonesia sekarang ini terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Salah satu upaya diantaranya dengan membangun prosedur dan mekanisme pelaksanaan sistem transaksi nontunai (cashless).
Mekanisme pelaksanaan sistem transaksi nontunai (cashless) tersebut sejalan dengan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) yang dicanangkan Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 2014 dengan tujuan menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar, yang pada gilirannya akan dapat mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien. GNNT juga diharapkan mampu meminimalisasi kendala dalam pembayaran tunai dan akan dapat mewujudkan ekosistem cashless society.
Perwujudan GNNT dapat kita lihat telah diimplementasikan juga pada sejumlah program yang diprakarsai pemerintah diantaranya seperti elektronifikasi transaksi pemerintah yang diterapkan dalam semua proses pembayaran transaksi oleh pemerintah.
Dengan proses modernisasi pengelolaan keuangan yang terus berkembang pada instansi pemerintah, upaya membangun ekosistem cashless society tersebut akan turut memainkan peranan penting. Contoh diantaranya melalui proses digitalisasi pembayaran atas transaksi bendahara dengan sistem nontunai yang telah didukung regulasi sehingga memungkinkan para bendahara satuan kerja untuk melakukan pendebitan rekening melalui layanan perbankan secara elektronik melalui internet banking versi entitas yang dikenal dengan fitur Cash Management System (CMS). Sesuai PMK nomor 183/PMK.05/2029, CMS itu sendiri adalah sistem aplikasi dan informasi yang menyediakan informasi saldo, transfer antar rekening, pembayaran penerimaan negara dan utilitas, maupun fasilitas-fasilitas lain dalam pelaksanaan transaksi perbankan secara realtime online.
CMS bersama dengan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) yang dikembangkan pemerintah berdasarkan PMK 196/PMK.05/2018, merupakan pilar penting yang dibangun sebagai instrumen digitalisasi pembayaran dalam transaksi pembayaran oleh satuan kerja Kementerian/Lembaga. Adanya dinamika modernisasi dan tuntutan masyarakat akan adanya sistem transaksi yang mudah, simple, aman, dan praktis telah mendorong digitalisasi pembayaran menjadi sebuah kebutuhan yang penting. Kondisi ini juga menjalar pada tataran instansi pemerintah sehingga budaya pembayaran nontunai melalui CMS perlu terus didorong untuk diimpelementasikan oleh seluruh satuan kerja.
Ada banyak kemudahan yang diperoleh satuan kerjadengan penggunaan CMS diantaranya:
Dengan berbagai tawaran kemudahan dan keunggulan dari penggunaan CMS tersebut, tentunya akan membuat kinerja instansi pemerintah dalam pengelolaan keuangan menjadi efisien dan efektif serta dapat dilaksanakan dengan lebih transparan dan akuntabel. Namun demikian, pemanfaatan CMS sebagai tools digitalisasi pembayaran belum dioptimalkan bahkan belum digunakan sama sekalipada sejumlah satuan kerja K/L pengelola APBN. BPK RI sendiri berdasarkan evaluasi yang diberikan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dalam beberapa tahun terakhir, masih memberikan catatan berulang terkait pengelolaan kas dan rekening oleh bendahara sehingga memberikan rekomendasi terkait pemanfaatan sistem pembayaran nontunai.
Jika melihat data dashboard perbankan atas transaksi VA (Virtual Account) satuan kerja K/L yang dihimpunoleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan disampaikan melalui surat nomor S-167/PB/PB.3/2024 tanggal 15 Juli 2024 kepada para pimpinan Eselon I Kementerian/Lembaga, jumlah persentase VA satuan kerja pengguna CMS untuk transaksi non tunai secara nasional hingga semester I 2024 yang lalu, baru mencapai 11.402 atau 48,61% dari total 23.455 jumlah VA operasional. Meskipun persentase VA yang telah menggunakan CMS masih relatif rendah, namun persentase transaksi CMS jika dibandingkan dengan total transaksi pada Semester I 2024 sudah cukup tinggi mencapai 89,12%. Sementara pada wilayah kerja KPPN Fakfak sendiri dari sumber data yang sama, jumlah transaksi VA atas penggunaan CMS dari seluruh satuan kerja, baru mencapai 38,75% hingga akhir semester I 2024.
Masih belum optimalnya penggunaan CMS pada sejumlah satuan kerja K/L berdasarkan potret yang terjadi pada lingkup KPPN Fak-Fak dapat diakibatkan sejumlah faktor. Pertama, pola mindset dengan sistem konvensional yang masih melekat kuat sehingga satuan kerja masih nyaman dengan pemanfaatan uang tunai. Butuh waktu untuk mengubah budaya lama dengan pemberian edukasi dan pemahaman secara berkesinambungan. Kondisi ini menjadi terhambat manakala tidak ada respon atau keseriusan dari pimpinan satuan kerja untuk menggunakan CMS pada transaksi rekening bendahara. Penggunaan CMS belum dianggap sebagai sebuah kebutuhan yang harus digunakan.
Kedua, proses aktivasi CMS pada level perbankan yang terkadang memakan waktu cukup lama dan tanpa durasi waktu penyelesaian yang pasti. Hal ini disebabkan juga karena kantor cabang perbankan di daerah tidak diberikan kewenangan untuk melakukan approval aktivasi CMS. Proses pengajuannya masih harus dilakukan melalui kantor area wilayah/kanwil perbankan, selanjutnya diteruskan ke kantor pusat perbankan untuk proses aktivasi CMS. Ketiga, adanya pergantian bendahara pengeluaran atau KPA satuan kerja menyebabkan proses administrasi aktivasi CMS harus dilakukan dari awal lagi sehingga memakan waktu dan menghambat akselerasi percepatan penggunaan CMS. Kondisi yang sama terjadi ketika satuan kerja mengalami kendala teknis akibat adanya gangguan token sehingga harus diganti dan dikirim kembali.
Berbagai kendala atau hambatan yang ditemukan dalam optimalisasi penggunaan CMS oleh bendahara instansi pemerintah, merupakan tantangan yang harus dihadapi bersama para pemangku kepentingan dalam menciptakan sistem pengelolalaan keuangan yang transparan dan akuntabel serta mewujudkan cashless society. Komitmen pimpinan memegang peranan sangat penting dan menjadi salah satu faktor kunci dalam optimalisasi pemanfaatan CMS pada setiap transaksi yang dikelola melalui rekening bendahara. Komitmen pimpinan di sini bukan hanya pada level satuan kerja,tetapi juga pada tataran level eselon II dan eselon I K/L. Instruksi secara resmi yang diturunkan langsung dari eselon II atau eselon I K/L terkadang lebih efektif dalam mendorong kepatuhan satuan kerja dibawahnya untuk menjalankan sebuah keputusan atau kebijakan, dibanding himbauan yang diterima dari pihak eksternal.
Sebagai bentuk upaya dalam mengawal rekomendasi BPK RI kepada para bendahara untuk memanfaatkan sistem pembayaran non tunai, peran Inspektorat Jenderal pada masing-masing K/L juga dapat dioptimalkan untuk menetapkan penggunaan CMS sebagai sebuah prosedur yang harus diterapkan bendahara dalam memitigasi potensi risiko fraud akibat penggunaan uang tunai. Sehingga kemudian masuk dalam objek catatan temuan apabila tidak dijalankan sepenuhnya oleh bendahara pengeluaran pada masing-masing satuan kerja.
Terdapat beberapa langkah tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh satuan kerja untuk meningkatkan penggunaan CMS dalam sistem pembayaran nontunai diantaranya:
Optimalisasi pemanfaatan CMS pada setiap satuan kerja K/L membutuhkan komitmen dan sinergi dari seluruh pihak yang berkepentingan. Dengan manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan CMS, diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja dari transaksi pembayaran nontunai yang dilakukan oleh para pengelola keuangan satuan kerja. Bukan hanya itu, diharapkan juga pemanfaatan CMS dapat diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan sehingga terbentuk budaya cashless society pada lingkungan instansi pemerintah. Pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan menjadi lebih kredibel, transparan dan akuntabel.
1. Transaksi dapat dilakukan kapan saja dan dimana sajasecara real time dan flexible. CMS dapat diakses selama 24 jam secara online baik dengan menggunakan laptop/komputer maupun dengan versi mobile melalui tablet atau handphone sehingga transaksi tidak harus dilakukan di bank. Pembayaran dilakukan menjadi lebih efisien dari segi biaya dan waktu. Pembayaran dana juga menjadi lebih cepat diterima oleh pihak ketiga.
2. Transaksi dapat dilakukan meskipun pejabat yang berwenang tidak berada di tempat. Berbeda dengan sistem pembayaran konvensional, dimana pembayaran menjadi terhambat jika pejabat yang berwenang tidak berada di tempat.
3. Mengurangi risiko keamanan penggunaan uang tunai, seperti risiko uang hilang, dicuri, atau atau dirampok. Risiko tuntutan ganti rugi oleh bendahara juga menjadi semakin berkurang.
4. Mengurangi risiko fraud atau peluang terjadinya moral hazard. Penggunaan CMS meminimalisir tindakan untuk melakukan kecurangan karena semua transaksi tercatat dalam sistem perbankan dan mengurangi kontak secara langsung dengan pihak yang berkaitan.
5. Memudahkan proses monitoring aliran transaksi hingga pelaporan transaksi keuangan. Dalam hal ini, proses mutasi transaksi dan saldo rekening dapat dimonitor secara real time sehingga laporan keuangan yang disusun dapat lebih akurat datanya.
6. Penyimpanan data secara elektronik sehingga memudahkan dalam pemantauan dan pengarsipan data finansial.
1. Dalam hal belum memiliki fasilitas CMS, segera melakukan pengajuan aktivasi user CMS melalui bank setempat dan secara rutin aktif memantau progress penyelesaian CMS sehingga jika terdapat kelengkapan data yang kurang, dapat segera dilengkapi.
2. Memastikan komitmen KPA untuk ikut mengawal proses aktivasi CMS. Hal ini mengingat keberadaan KPA di tempat sangat menentukan kecepatan approval akhir fasilitas CMS.
3. Membangun kerja sama dan bersinergi dengan bank mitra setempat untuk melakukan kegiatan pendampingan penggunaan CMS dalam hal petugas pengelola keuangan belum memahami detail teknis penggunaan CMS.
4. Melakukan monitoring progress penggunaan CMS melalui Dashboard Rekening Induk Unit Eselon I K/L yang telah disediakan oleh perbankan sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan transaksi pembayarannontunai.
5. Petugas pengelola keuangan terlebih khusus bendahara pengeluaran agar proaktif dalam mempelajari keunggulan dan manfaat pembayaran sistem non tunai baik yang diterima melalui sosialisasi maupun melalui media lainnya.
6. Mengoptimalkan CMS melalui fasilitas Digipay Satu secara rutin setiap bulan dalam melakukan melakukan transaksi dengan para pelaku usaha lokal yang sudah terdaftar pada digipaysatu.kemenkeu.go.id.
7. Melaporkan kendala dalam pengaktifan dan penggunaan CMS kepada pihak perbankan setempat atau melalui layananan call center masing-masing bank.
Optimalisasi pemanfaatan CMS pada setiap satuan kerja K/L membutuhkan komitmen dan sinergi dari seluruh pihak yang berkepentingan. Dengan manfaatdan keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan CMS, diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja dari transaksi pembayaran non tunai yang dilakukan oleh para pengelola keuangan satuan kerja. Bukan hanya itu, diharapkan juga pemanfaatan CMS dapat diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan sehingga terbentuk budaya cashless society pada lingkungan instansi pemerintah. Pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan menjadi lebih kredibel, transparan dan akuntabel.
Ditulis oleh :
Yonas Kusuma Mangende, Staf KPPN Fak-Fak, Provinsi Papua Barat