Sambutan Presiden Joko Widodo pada Peringatan Hari Santri Nasional Tahun 2018, 21 Oktober 2018, di Lapangan Gasibu, Bandung, Jawa Barat
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu was salamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.
Yang saya hormati Yang Mulia para alim ulama, para habaib, para ajengan, para kiai,
Yang saya hormati Wakil Gubernur Jawa Barat serta Wali Kota Bandung dan Bupati/Wali Kota yang hadir pada malam hari ini,
Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja,
Yang saya cintai, yang saya banggakan, para santriwan/santriwati, para santri putra, para santri putri,
Hadirin dan undangan yang berbahagia.
Siapa kita? (NKRI!)
Siapa kita? (NKRI!)
Ayo mondok! (Ayo!)
Ayo mondok! (Ayo!)
Ayo mondok! (Ayo!)
Ayo mondok! (Ayo!)
Pesantrenku? (Keren!)
Alhamdulillah.
Tiga tahun yang lalu, saya menandatangani sebuah Keputusan Presiden tentang Hari Santri, tiga tahun yang lalu. Sejak saat itu, kita memperingati Hari Santri yaitu pada tanggal 22 Oktober. Hal ini merupakan penghormatan, sekali lagi, hal ini merupakan penghormatan dan rasa terima kasih Negara kepada para alim ulama, kepada para kiai, para habaib, para ajengan, dan kepada para santri, dan seluruh komponen bangsa yang mengikuti teladan para alim ulama, para habaib, para ajengan, para kiai.
Sejarah telah mencatat peran besar para ulama dan santri dalam masa perjuangan kemerdekaan. Tadi sudah disampaikan oleh beliau, Habib Quraisy, dalam menjaga Pancasila, dalam menjaga NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika yang selalu memandu ke jalan kebaikan, ke jalan kebenaran dan ke jalan kemajuan. Menjadi santri adalah menjadi Islam yang cinta bangsa, menjadi muslim yang religius, menjadi santri yang berakhlakul karimah dan sekaligus nasionalis sebagaimana diteladankan oleh para kiai, para ajengan, oleh para ulama.
Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin mengingatkan kepada kita semuanya, ingin menyadarkan kepada kita semuanya, bahwa negara kita, NKRI, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Negara Republik Indonesia kita ini, adalah rumah kita sendiri. Kita harus paham itu, harus menyadari itu. Sekali lagi, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini adalah rumah kita sendiri yang perlu terus kita rawat, yang perlu terus kita jaga. Siapa yang menjaga? Salah satunya adalah para santri.
Kita patut bersyukur bahwa Bangsa Indonesia dipandu oleh tradisi kesantrian yang kuat, tradisi penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada sesama, menjunjung tinggi prinsip hablumminallah dan hablumminannas. Saya selalu sampaikan di mana-mana, Negara kita ini negara besar yang di dalamnya berbeda-beda, berbeda-beda suku, berbeda-beda agama, berbeda-beda adat, berbeda-beda tradisi, berbeda-beda bahasa daerah. Ini semua adalah anugerah dari Allah yang diberikan kepada kita, Bangsa Indonesia. Jangan sampai perbedaan-perbedaan itu memecah kita.
Selalu saya sampaikan, kita memiliki suku yang terlalu banyak, 714 suku dengan agama yang berbeda-beda, penduduk kita juga banyak sekali 263 juta. 263 juta yang hidup dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Hidup di 17 ribu pulau, 34 provinsi, 514 kabupaten dan kota. Ini perlu saya ingatkan terus, perlu saya ingatkan terus, karena kita sering lupa bahwa kita ini adalah saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air. Perbedaan itu sangat besar sekali, berbeda suku, berbeda agama, berbeda adat, berbeda tradisi, berbeda bahasa daerah. Bahasa daerah kita ada 1.100 lebih, berbeda-beda kita ini.
Oleh sebab itu, dalam rangka menjaga rumah kita bersama, rumah kita sendiri, yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Marilah kita jaga persatuan karena aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, adalah kerukunan, adalah persaudaraan. Selalu saya ulang-ulang, Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, terbesar di dunia. Oleh sebab itu, marilah kita jaga ukhuwah islamiah kita. Marilah kita jaga ukhuwah wathaniyah kita. Jangan sampai antarumat saling mencela, jangan sampai di antara sesama muslim saling menjelekkan, jangan sampai antardaerah, antarsuku saling memfitnah. Tidak pernah dalam ajaran Islam dalam ajaran agama kita diperbolehkan melakukan fitnah, mencela, menjelekkan.
Tidak ada. Tapi ini biasanya, biasanya itu fitnah itu muncul, saling mencela muncul, saling menjelekkan muncul, itu biasanya menjelang pilihan bupati, ya ndak? Pilihan wali kota, ya ndak? Pilihan gubernur, ya ndak? Pilihan presiden, ya ndak? Silakan, Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semuanya, para santri, beda pilihan enggak apa-apa. Ada pilihan bupati A, B, C, pilih A enggak apa-apa. Namanya beda pilihan, namanya itu pesta demokrasi, setiap lima tahun pasti ada. Ada pilihan gubernur, pilih A, B, C, D, silakan. Mau pilih D silakan, pilih C silakan, ini pesta demokrasi. Pilihan presiden, ada pilihan A, pilihan B, pilihan C, pilihan D, silakan. Ini pilihan politik. Tapi jangan sampai kita sesama muslim saling memfitnah, sesama bangsa, sesama saudara se-Bangsa dan seTanah Air, kita saling menjelekkan. Jangan sampai. Tadi sudah dipesankan juga oleh Habib Quraisy. Hati-hati. Kita sering tidak sadar bahwa kita ini saudara se-Bangsa dan seTanah Air.
Dan juga saya titip, jangan percaya, jangan mudah percaya pada yang namanya hoaks, berita yang ada di media sosial. Hati-hati, ini hati-hati. Kalau sudah menjelang tahun politik seperti ini banyak sekali beredar yang namanya kabar bohong, hoaks, fitnah-fitnah yang ada di media sosial. Hati-hati, tolong disaring apakah benar ataukah tidak benar.
Para santri ada yang mau maju? Sebentar nanti saya pilih. Saya lihat yang paling semangat.
(Kuis dari Presiden RI kepada para Santri)
Para santri silakan duduk kembali.
Yang Mulia para ulama, para santri,
Kita patut bersyukur bahwa Bangsa Indonesia dipandu oleh ajaran para ulama, para kiai tentang Islam yang rahmatan lil ‘alamin, yang mengajarkan betapa pentingya perdamaian dan kerukunan yang membangun Indonesia sebagai rumah besar Islam, Islam yang wasathiyah, untuk mewujudkan Indonesia yang penuh kedamaian dan penuh keadilan.
Saya sangat berbahagia sekali pada malam hari ini bisa bersama-sama dengan para santri. Dan juga perlu saya sampaikan bahwa program di pesantren sekarang ini memang sedang berjalan, seperti Bank Wakaf Mikro. Memang baru 33 Bank Wakaf Mikro yang kita dirikan di pondok, padahal di Indonesia ini ada 28.000 pondok pesantren. Kita juga tahun ini telah membangun, tapi baru uji coba, yang namanya Balai Latihan Keterampilan yang isinya di dalamnya terserah kepada pondok pesantren, apakah diisi hal-hal yang berkaitan dengan komputerisasi, diisi dengan hal-hal yang berkaitan dengan desain dan garmen, atau diisi oleh keterampilan-keterampilan yang lainnya. Tetapi insyaallah tahun depan Balai Latihan Keterampilan untuk pondok pesantren akan ditingkatkan menjadi 1.000 lebih. Sehingga pembangunan sumber daya manusia kita, khususnya di pondok pesantren, akan meningkat dengan baik.
Kita akan selalu evaluasi apakah Bank Wakaf Mikro ini betul-betul berguna atau tidak, apakah yang namanya Balai Latihan Keterampilan nanti juga berguna atau tidak. Kalau kita simpulkan itu berguna, akan kita perluas sebanyak-banyaknya untuk, sekali lagi, peningkatan sumber daya manusia yang ada di pondok-pondok pesantren. Karena persaingan antarnegara, kompetisi antarnegara sekarang ini begitu sangat ketatnya, yang membutuhkan SDM-SDM yang berakhlakul karimah, tetapi juga memiliki skill dan keterampilan yang baik. Dua-duanya harus berjalan beriringan sehingga kompetisi dan persaingan itu bisa kita lakukan.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Sekali lagi, saya mengucapkan, selamat Hari Santri.
Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih karena telah membaca informasi tentang Sambutan Presiden Joko Widodo pada Peringatan Hari Santri Nasional Tahun 2018, 21 Oktober 2018, di Lapangan Gasibu, Bandung, Jawa Barat . Silahkan membaca berita lainnya.