Indonesia Beli Kapal Selam Penyelamat Inggris Senilai $100 Juta
pada tanggal
Wednesday, September 13, 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Kementerian Pertahanan mengatakan pada Rabu (13/9) bahwa pihaknya telah menandatangani perjanjian untuk membeli kapal penyelamat kapal selam seharga $100 juta dari sebuah perusahaan Inggris, sebuah langkah terbaru untuk memodernisasi peralatan militer Indonesia yang sudah tua.
Kesepakatan antara perusahaan yang ditunjuk sebagai mitra Kementerian Pertahanan, PT BTI Indo Tekno, produsen kapal Submarine Manufacturing & Products Ltd, dan Houlder Ltd ditandatangani pada Selasa (12/9) di sela-sela pameran pertahanan di London.
Kesepakatan itu adalah yang terbaru dari serangkaian pembelian peralatan militer besar-besaran yang menimbulkan keheranan banyak pihak di Indonesia, di antaranya 42 jet tempur Dassault Rafale senilai $8,1 miliar, 12 drone baru dari Dirgantara Turki senilai $300 juta, dan 12 jet tempur bekas Mirage 2000-5 senilai $800 juta.
Presiden Joko Widodo pada Juli memperingatkan kabinetnya untuk mempertahankan anggaran yang “sehat” ketika ia menyoroti pengeluaran yang terlalu besar oleh badan-badan keamanan negara, termasuk Kementerian Pertahanan. Indonesia telah mengalokasikan Rp134,3 triliun ($8,74 miliar) tahun ini untuk pertahanan, yang merupakan alokasi terbesar dalam anggaran negara.
Kapal selam buatan Inggris ini dirancang untuk operasi penyelamatan cepat, dapat memuat 50 orang dan dapat diangkut dengan pesawat. Kapal ini akan dikirim dengan kapal pembawanya (mothership), kata Kementerian Pertahanan.
Indonesia tidak memiliki kapal penyelamat ketika salah satu dari lima kapal selamnya tenggelam dalam latihan torpedo di Laut Bali pada 2021, menewaskan 53 awak kapal.
“Ini adalah bagian dari misi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk meningkatkan kemampuan Angkatan Laut Indonesia,” kata Kementerian Pertahanan dalam sebuah pernyataan.
Selama dekade terakhir, belanja pertahanan per kapita dan persentase produk domestik bruto Indonesia merupakan yang terendah di antara enam negara berkembang yang mulai terlibat dengan pasar global di Asia Tenggara, menurut data dari lembaga think tank Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). (VOA)