Jelang Pemilu 2024, Anggota Parlemen Asia Tenggara Harap Indonesia Jamin Hak Ruang Digital
pada tanggal
Tuesday, May 30, 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Anggota Parlemen Asia Tenggara mengharapkan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di kawasan memimpin penegakan hak asasi manusia di ruang digital, terutama menjelang pemilu 2024.
“Jika tren pembatasan kebebasan berbicara dan berekspresi dalam ruang digital saat ini terus berlanjut, maka kemajuan tersebut akan hilang,” kata Anggota Parlemen Malaysia, Yuneswaran Ramaraj saat mengunjungi Jakarta pada Selasa, 30 Mei 2023, dikutip pernyataan pers.
“Ruang digital yang ditutup berisiko terhadap kebebasan dan keadilan pemilu mendatang,” kata Ramaraj, yang juga anggota ASEAN Parliamentarians for Human Rights.
Misi pencarian fakta, anggota dan mantan anggota parlemen dari Malaysia, Filipina, dan Timor-Leste mengunjungi Jakarta dan bertemu dengan organisasi masyarakat sipil, jurnalis, dan perusahaan teknologi
Mereka juga mengunjungi Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Misi tersebut berujung pada pertemuan dengan anggota Komisi I DPR RI yang membidangi komunikasi dan informasi.
Menurut rilis APHR, salah satu temuan utama dari misi tersebut adalah bagaimana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) - khususnya pasal-pasal tentang pencemaran nama baik - telah digunakan oleh pihak yang berkuasa untuk mengkriminalisasi dan membungkam ekspresi pendapat secara damai.
Pernyataan itu merujuk pada proses penuntutan yang dilakukan terhadap pembela HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, yang dilaporkan berdasarkan UU ITE oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan hanya karena membahas tuduhan keterlibatan menteri tersebut dalam kegiatan pertambangan di Papua di sebuah video Youtube.
“Penuntutan lanjutan di bawah UU ITE akan menimbulkan pertanyaan apakah pemilu mendatang benar-benar demokratis,” kata anggota APHR dan anggota parlemen Timor-Leste, Elvina Sousa Carvalho, menilai bahwa DPR RI bisa merevisi itu secara komprehensif.
Perwakilan dari masyarakat sipil dan media, menurut pernyataan APHR, uga mengungkapkan keprihatinan mereka tentang peningkatan pemantauan konten media sosial, serta serangan digital terhadap pembela hak asasi manusia dan organisasi media.
Ancaman terhadap kebebasan berekspresi online ini telah menimbulkan efek yang mengerikan, menciptakan suasana di mana pengguna internet cenderung menyensor diri sendiri untuk menghindari pelecehan hukum atau intimidasi online.
Mereka menyarankan pemerintah supaya meningkatkan bentuk partisipasi publik, upaya-upaya ekosistem digital seperti pengecekan fakta disinformasi dinilai tak cukup. “Pemilu bukan hanya tentang apa yang terjadi pada satu hari di bilik suara,” kata mantan anggota parlemen Filipina, Sarah Jane Elago.(Tempo)