-->

Ebrahim Raisi Tak akan Ubah Kebijakan Iran dalam Menangani Demonstran


JAKARTA, LELEMUKU.COM - Presiden Iran Ebrahim Raisi meyakinkan Iran menjamin hak dan kebebasan, namun Iran juga punya sistem yang berlaku. Hal itu dikatakan Raisi pada Sabtu, 3 Desember 2022, di tengah gelombang protes anti-pemerintah yang banyak berujung dengan kekerasan.

PBB menyebut protes ini telah menelan lebih dari 300 korban jiwa. Sedangkan badan keamanan negara tertinggi mengatakan sudah 200 orang tewas dalam gelombang aksi menentang Pemerintah Iran. Dari jumlah korban tewas itu adalah aparat keamanan.   

Aksi Protes di Iran sudah masuk bulan ketiga. Unjuk rasa dipicu oleh kematian perempuan Iran suku Kurdi, Mahsa Amini, 22 tahun, dalam tahanan polisi. Ketika itu, Amini ditahan oleh kepolisian bidang moralitas, yang bertugas menegakkan aturan berjilbab pada perempuan Iran.

Demonstrasi di Iran dengan cepat berubah menjadi pemberontakan, yang dilakukan oleh warga Iran dari semua lapisan masyarakat, yang marah pada pemerintah. Ini merupakan salah satu tantangan paling berani terhadap kepemimpinan ulama Iran sejak revolusi 1979.

Sebuah rekaman video di media sosial memperlihatkan aparat keamanan menghancurkan rumah keluarga Elnaz Rekabi, seorang pendaki yang berkompetisi dalam kontes internasional tanpa menggunakan jilbab pada Oktober 2022. Rekabi mengaku melakukannya secara tidak sengaja, tetapi dia dianggap secara luas telah menyatakan dukungannya untuk protes tersebut.

Media milik pemerintah Iran pada Sabtu mengutip ucapan Kepala Kehakiman untuk provinsi Zanjan bawah keputusan untuk menghancurkan vila milik keluarga Rekabi telah dikeluarkan empat bulan lalu karena keluarga tersebut gagal mendapatkan izin konstruksi.

Video lainnya yang beredar di media sosial menunjukkan aksi protes pada Sabtu malam, 3 Desember 2022, di beberapa bagian di Ibu Kota Teheran, seperti daerah Haft Howz timur di mana para pengunjuk rasa terdengar meneriakkan kalimat, 'Pembunuh Khamenei harus dieksekusi'. Reuters belum dapat memverifikasi rekaman video tersebut.

Iran menyalahkan pemberontakan ini pada musuh asingnya, seperti Amerika Serikat, Arab Saudi dan Israel.

"Iran memiliki konstitusi paling progresif di dunia karena mengawinkan cita-cita dengan demokrasi. Konstitusi menjamin (keberadaan) sistem Islam dan juga menjamin hak-hak dasar dan kebebasan yang sah," kata Presiden Raisi.

Amirali Hajizadeh, Komandan senior di Garda Revolusi Iran, mengatakan pada Senin, 27 November 2022, ada 300 orang, termasuk aparat keamanan Iran, tewas dalam kerusuhan baru-baru ini. Sedangkan Javaid Rehman, ahli yang ditunjuk PBB untuk menyoroti isu di Iran, mengatakan pada Selasa, 28 November 2022, ada lebih dari 300 orang tewas dalam protes tersebut, termasuk lebih dari 40 anak-anak.

Kelompok HAM HRANA mengatakan hingga Jumat,2 Desember 2022, ada 469 demonstran tewas, di mana dari jumlah itu ada 64 anak di bawah umur. Dari jumlah itu, juga diketahui ada 61 aparat keamanan yang tewas. Sebanyak 18.210 pengunjuk rasa diduga ditangkap.

Molavi Abdolhamid, ulama terkemuka di Iran, menyerukan diakhirinya represi protes melalui penangkapan dan pembunuhan. Dia juga menyerukan agar digelar referendum untuk mengubah sistem di pemerintahan Iran.

"Protes rakyat menunjukkan bahwa kebijakan selama 43 tahun terakhir menemui jalan buntu," ujarnya akhir November lalu.(Tempo)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel