Hubungan Antara Vitamin D dan Kekebalan Serangan Covid-19
pada tanggal
Saturday, July 31, 2021
YOGYAKARTA, LELEMUKU.COM - Suplemen Vitamin D menjadi populer seiring dengan maraknya praktik berjemur sinar matahari di masa pandemi Covid-19 sekarang ini. Vitamin D banyak diburu bahkan dikabarkan ada yang sampai mengkonsumsinya dalam dosis berlebih. Harapannya, tubuh menjadi lebih kebal dari serangan Covid-19.
Pakar imunologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Deshinta Putri Mulya memperingatkan akan keyakinan yang berlebihan terhadap suplemen Vitamin D. Dia membantah manfaat tubuh bakal kebal dari Covid-19. "Itu tidak masuk akal," ujarnya dalam dialog bertajuk 'Kebal Covid: Fakta dan Mitos Vitamin D' yang digelar daring, Jumat 30 Juli 2021.
Jika ingin kebal dari Covid-19, Deshinta menambahkan, cara yang bisa ditempuh masyarakat hanyalah menjalani program 3T (testing, tracing and treatment). Deshinta juga meminta masyarakat mematuhi protokol kesehatan 5M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas.
"Vitamin D, suplementasi, gaya hidup sehat, istirahat cukup, itu semua hanya berfungsi untuk menambah kondisi tubuh dan imunitas tetap terjaga, tapi bukan lantas kebal dari Covid-19," ujar Deshinta.
Dokter spesialis kulit yang juga mantan Direktur Utama Rumah Sakit Akademik UGM Arief Budiyanto mengatakan Vitamin D sama seperti vaksin. "Vitamin D tidak membuat kebal dari Covid-19 tetapi dengan vaksin dapat menekan tingkat keparahan serangan virus itu," katanya dalam dialog yang sama.
Arief pun merujuk sebuah hasil penelitian dalam Scientific Reports 2020 lalu yang membandingkan kadar Vitamin D3 pasien Covid-19 asimptomatik (tanpa gejala) dan pasien Covid-19 yang kondisinya kritis. Pada pasien tanpa gejala disebutkan kadar serum Vitamin D3 di tubuhnya lebih dari 20 nano gram.
Sedangkan pada pasien kritis di bawah 20 nanogram per mililiter. "Itu dapat sebagai acuan, bahwa penting juga menjaga kadar Vitamin D3 kita normal di angka 30 nanogram per mililiter," kata Arief.
Deshinta menjelaskan, Vitamin D secara patofisiologi memang memiliki peran baik sebagai prevensi (pencegahan) maupun sebagai kurasi (pengobatan) dalam menghadapi Covid-19. "Vitamin D tak hanya bersifat kuratif atau tidak hanya berfungsi sebagai respons imun saja, namun juga berfungsi menguatkan renin-angiotensin system (RAS) dalam tubuh," katanya menuturkan.
Kepala Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM itu menerangkan, renin angiotensin system merupakan peptida yang dapat mengatur tekanan darah, pertumbuhan sel, apoptosis, serta keseimbangan elektrolit di dalam tubuh.
Ketika meningkatkan sistem renin ini, Vitamin D akan bekerja menekan terjadinya inflamasi atau peradangan. Berikutnya, meningkatkan kerja kardiovaskuler kemudian mengontrol komorbiditas dan mengganggu serangan virus Covid-19. Selain Vitamin D pun memiliki peran sebagai antivirus pada beberapa kasus infeksi pernapasan dan membuat antibodi tubuh lebih baik.
"Jadi kalau kita punya asupan Vitamin D yang cukup, maka komorbid-komorbid akan lebih mudah terkontrol," kata Deshinta lagi dalam dialog yang dihelat Alumni Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM itu.
Meski Vitamin D memiliki banyak manfaat, Deshinta memperingatkan, konsumsi dosisnya harus berhati-hati. Apalagi konsumsi itu dilakukan setiap hari. "Penggunaan Vitamin D dosis tinggi harus dengan pengawasan ketat dan dibicarakan dengan dokter, sehingga bila ada tanda-tanda toxic bisa dikenali lebih dini," ujar Deshinta.(Pribadi Wicaksono | Tempo)