81 Negara Kini Jajaki Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC)
pada tanggal
Tuesday, July 27, 2021
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Sekitar 81 negara kini menjajaki mata uang digital bank sentral (CDBC). Jumlah ini lebih besar 46 negara dibanding bulan Mei tahun lalu. Selain itu, lima negara telah meluncurkan uang digital mereka.
Pekan lalu, wadah pemikir di Amerika Serikat, Pusat Geoekonomi Dewan Atlantik atau GeoEconomics Center - Atlantic Council meresmikan pelacak uang digital bank sentral baru yang memiliki fitur pangkalan data interaktif.
Situs resmi Pusat Geoekonomi menjelaskan mereka adalah organisasi nonpartisan yang menyatukan kepemimpinan AS dan keterlibatan dunia beserta kemitraan dengan sekutu dan rekan untuk membentuk solusi bagi tantangan global.
Organisasi itu mengklaim, versi awal pelacak CBDC yang diluncurkan pada April tahun lalu telah digunakan oleh Federal Reserve dan Bank of International Settlements (BIS).
Selain itu, pelacak versi baru melaporkan 81 negara kini menjajaki CBDC, mewakili lebih dari 90 persen PDB global. Pada laporan bulan Mei tahun 2020, hanya 35 negara yang melirik CBDC.
Pusat Geoekonomi menyatakan di antara empat negara dengan bank sentral terbesar, yaitu Federal Reserve AS, Bank Sentral Eropa, Bank Jepang dan Bank Inggris, AS adalah negara yang paling terbelakang soal mengembangkan uang digital negara.
Pada bulan Februari silam, Kepala Federal Reserve Jerome Powell berkomentar bahwa dolar digital merupakan prioritas tinggi bagi pihaknya.
Kendati demikian, Powell menekankan prosesnya harus benar dan tidak diburu-buru, terutama dalam kaitan persaingan dengan digital yuan Tiongkok.
Belum lama ini, Powell menambahkan bila AS memiliki mata uang digital, maka tidak akan perlu stablecoin atau aset kripto. Ia berpendapat hal ini adalah dukungan kuat terhadap CBDC.
Sementara itu, lima negara telah meluncurkan uang digital. Negara-negara tersebut adalah Kepulauan Bahama, Federasi Saint Kitts dan Nevis, Antigua dan Barbuda, Saint Lucia, dan Grenada, selain Tiongkok tentu saja.
Pusat Geoekonomi menambahkan, 14 negara, termasuk negara ekonomi besar seperti Swedia dan Korea Selatan, kini memasuki tahap rintisan dengan CBDC dan sedang menyiapkan peluncuran resmi.
Josh Lipsky, Direktur Pusat Geoekonomi dan mantan penasihat senior di IMF, berkomentar, “Sebelum Covid, mata uang digital bank sentral sebagian besar bersifat teori.”
Kendati demikian, dengan dibutuhkannya penyebaran stimulus moneter dan fiskal di seluruh dunia, digabung dengan maraknya aset kripto, bank sentral menyadari mereka tidak bisa berdiam diri ketika terjadi evolusi mata uang, pungkas Lipsky.(blockchainmedia.id)
Pekan lalu, wadah pemikir di Amerika Serikat, Pusat Geoekonomi Dewan Atlantik atau GeoEconomics Center - Atlantic Council meresmikan pelacak uang digital bank sentral baru yang memiliki fitur pangkalan data interaktif.
Situs resmi Pusat Geoekonomi menjelaskan mereka adalah organisasi nonpartisan yang menyatukan kepemimpinan AS dan keterlibatan dunia beserta kemitraan dengan sekutu dan rekan untuk membentuk solusi bagi tantangan global.
Organisasi itu mengklaim, versi awal pelacak CBDC yang diluncurkan pada April tahun lalu telah digunakan oleh Federal Reserve dan Bank of International Settlements (BIS).
Selain itu, pelacak versi baru melaporkan 81 negara kini menjajaki CBDC, mewakili lebih dari 90 persen PDB global. Pada laporan bulan Mei tahun 2020, hanya 35 negara yang melirik CBDC.
Pusat Geoekonomi menyatakan di antara empat negara dengan bank sentral terbesar, yaitu Federal Reserve AS, Bank Sentral Eropa, Bank Jepang dan Bank Inggris, AS adalah negara yang paling terbelakang soal mengembangkan uang digital negara.
Pada bulan Februari silam, Kepala Federal Reserve Jerome Powell berkomentar bahwa dolar digital merupakan prioritas tinggi bagi pihaknya.
Kendati demikian, Powell menekankan prosesnya harus benar dan tidak diburu-buru, terutama dalam kaitan persaingan dengan digital yuan Tiongkok.
Belum lama ini, Powell menambahkan bila AS memiliki mata uang digital, maka tidak akan perlu stablecoin atau aset kripto. Ia berpendapat hal ini adalah dukungan kuat terhadap CBDC.
Sementara itu, lima negara telah meluncurkan uang digital. Negara-negara tersebut adalah Kepulauan Bahama, Federasi Saint Kitts dan Nevis, Antigua dan Barbuda, Saint Lucia, dan Grenada, selain Tiongkok tentu saja.
Pusat Geoekonomi menambahkan, 14 negara, termasuk negara ekonomi besar seperti Swedia dan Korea Selatan, kini memasuki tahap rintisan dengan CBDC dan sedang menyiapkan peluncuran resmi.
Josh Lipsky, Direktur Pusat Geoekonomi dan mantan penasihat senior di IMF, berkomentar, “Sebelum Covid, mata uang digital bank sentral sebagian besar bersifat teori.”
Kendati demikian, dengan dibutuhkannya penyebaran stimulus moneter dan fiskal di seluruh dunia, digabung dengan maraknya aset kripto, bank sentral menyadari mereka tidak bisa berdiam diri ketika terjadi evolusi mata uang, pungkas Lipsky.(blockchainmedia.id)