Balai PSKL Maluku Papua Gelar Sosialisasi Perhutanan Sosial Untuk Kesejahteraan
pada tanggal
Thursday, September 27, 2018
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Dalam rangka memperkenalkan program perhutanan sosial untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa yang hidup di sekitar hutan, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Balai PSKL) Wilayah Maluku Papua menggelar sosialisasi yang dihadiri pimpinan SKPD/Unit Kerja Lingkup Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat, camat dan para kepala desa, dipimpin oleh Asisten Bidang Pembangunan, Ekonomi, dan Kemasyarakatan Setda MTB, dr. Edwin Tomasoa, Kamis (20/9).
Tim Sosialisasi yang terdiri dari POKJA Percepatan Perhutanan Sosial Gugus MTB masing-masing Prof. Dr. Ir. Agus Kastanya, MS.; Dr. Fransina Latumahina, S.Hut. MP; dan Hendrik. Aponno S.Hut,M.Si, serta Perwakilan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Maluku Papua L. Leleulya, S.Hut, M.Si, Kepala Seksi Penyiapan Kawasan dan usaha perhutanan sosial dan Fredi Silahooy S.Hut staf seksi Penanganan Konflik dan Tenurial Hutan Adat.
Prof. Dr. Ir Agus Kastanya, MS dalam pemaparannya menjelaskan, perhutanan sosial adalah sistem Pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan lingkungan yang merupakan bagian dari pelaksanaan Nawacita 5 dan Nawacita 7.
Kastanya menjelaskan, Hutan desa (HD) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyakat, Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah Hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sivikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan dan Kemitraan kehutanan adalah Kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemnafaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha masyarakat primer hasil hutan. Lebih lanjut Kastanya menjelaskan bahwa program perhutanan sosial berkiblat pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, UU No. 6/2014 tentang Desa, UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/2012, PerMen LHK No. P.32/2015 tentang Hutan Hak, PerMen LHK No. P.83 Menlhk/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial.
Lebih jauh Kastanya memaparkan, untuk penentuan lokasi perhutanan sosial didasarkan pada Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) yang disusun bersama dengan para pihak sebagai acuan permohonan HKm, HTR, HD, Kemitraan dan Hutan Adat. Untuk wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat terdapat 6 desa yang telah difasilitasi pada Bulan Agustus 2018 oleh Balai PSKL masing-masing Alusi Batjas (267 ha), Arma (7.868 ha), Lelingluan (15.232 ha), Wermatang (1.456 ha), Lorulun (1.553 ha), Tumbur Tawareh (432ha), dan Tumbur Bulur Tubun (372 ha).
Sementara pada Desa Batu Putih, Lorwembun, Ilngei, Kabiarat, Latdalam, Wowonda, Arui Das, dan Lermatang belum dapat difasilitasi oleh Balai PSKL karena ditenggarai akan dibangun perkebunan Tebu pada ke 8 desa dan hingga hari ini belum terkonfirmasi informasi tersebut. Sementara itu Kastanya menginformasikan bahwa 7 desa lainnya yang akan diverifikasi teknis dalam waktu dekat masing-masing Fursui (1635 ha), Kandar (2450 ha), Adodo Fordata (576 ha), Walerang (456 ha), Sofyanin (518 ha), Awear (506 ha), Rumngeur (38 ha) dan Romean (945 ha).
Sementara itu, L. Leleulya, S.Hut, M.Si dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan menambahkan, manfaat yang dapat diperoleh dari Hak Pengelolaan Hutan Desa, Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan dan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman rakyat antara lain kelompok masyarakat dapat memiliki akses dalam pengelolaan kawasan hutan secara pasti, masyarakat dapat mengelola, memanfaatkan dan melestarikan hutan, masyarakat dapat difasilitasi setelah mendapat hak atau izin melalui pemberian alat ekonomi produktif, pengembangan Agroforestry, Silvopasture, Silvofishery, fasilitasi dari Pengembangan perhutanan sosial nusantara (Bang PeSoNa, dapat melakukan kemitraan, dapat difasilitasi pemberian KUR (Kredit Usaha Rakyat), dan peningkatan kapasitas kelompok (Sekolah lapangan, Temu Usaha, dan Studi banding).
Lebih lanjut Fredi Silahooy.S.Hut staf seksi Penanganan Konflik dan Tenurial Hutan Adat mengatakan bahwa masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu, karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Silahooy dalam PERMENLHK No. 32/2015 bahwa Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. Menurut Fredi Masyarakat Hukum Adat yang hidup di dalam dan sekitar hutan memiliki relasi yang sangat erat dengan kawasan hutan, dan hutan adalah sumber kehidupan yang dikelola secara turun temurun dengan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional dimana semangat dari masyarakat hukum adat sejatinya adalah melakukan PROTEKSI terhadap hutan adat disekitarnya sehingga praktek-praktek pengelolaan sumberdaya hutan dapat terus berlangsung secara lestari.
Kegiatan sosialisasi diwarnai dengan diskusi yang alot dimana beberapa kepala SKPD diantaranya Kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Desa OLilit, staf Dinas Lingkungan Hidup, Kadis Pekerjaan Umum dan sekretaris Dinas Ketahanan Pangan mempertanyakan hal-hal teknis terkait perhutanan sosial sekaligus memberikan masukan terhadap rencana kerja dari kegiatan Perhutanan Sosial di Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Akhir dari Kegiatan sosialisasi ditutup oleh Asisten II dimana menurutnya Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat sangat berterimakasih atas kehadiran Balai Perhutanan Sosial di MTB, dan berharap kegiatan Perhutanan Sosial dapat memberikan manfaat bagi kesejahateraan masyarakat sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan di MTB. (DiskominfoMTB).
Tim Sosialisasi yang terdiri dari POKJA Percepatan Perhutanan Sosial Gugus MTB masing-masing Prof. Dr. Ir. Agus Kastanya, MS.; Dr. Fransina Latumahina, S.Hut. MP; dan Hendrik. Aponno S.Hut,M.Si, serta Perwakilan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Maluku Papua L. Leleulya, S.Hut, M.Si, Kepala Seksi Penyiapan Kawasan dan usaha perhutanan sosial dan Fredi Silahooy S.Hut staf seksi Penanganan Konflik dan Tenurial Hutan Adat.
Prof. Dr. Ir Agus Kastanya, MS dalam pemaparannya menjelaskan, perhutanan sosial adalah sistem Pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan lingkungan yang merupakan bagian dari pelaksanaan Nawacita 5 dan Nawacita 7.
Kastanya menjelaskan, Hutan desa (HD) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyakat, Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah Hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sivikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan dan Kemitraan kehutanan adalah Kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemnafaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha masyarakat primer hasil hutan. Lebih lanjut Kastanya menjelaskan bahwa program perhutanan sosial berkiblat pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, UU No. 6/2014 tentang Desa, UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/2012, PerMen LHK No. P.32/2015 tentang Hutan Hak, PerMen LHK No. P.83 Menlhk/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial.
Lebih jauh Kastanya memaparkan, untuk penentuan lokasi perhutanan sosial didasarkan pada Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) yang disusun bersama dengan para pihak sebagai acuan permohonan HKm, HTR, HD, Kemitraan dan Hutan Adat. Untuk wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat terdapat 6 desa yang telah difasilitasi pada Bulan Agustus 2018 oleh Balai PSKL masing-masing Alusi Batjas (267 ha), Arma (7.868 ha), Lelingluan (15.232 ha), Wermatang (1.456 ha), Lorulun (1.553 ha), Tumbur Tawareh (432ha), dan Tumbur Bulur Tubun (372 ha).
Sementara pada Desa Batu Putih, Lorwembun, Ilngei, Kabiarat, Latdalam, Wowonda, Arui Das, dan Lermatang belum dapat difasilitasi oleh Balai PSKL karena ditenggarai akan dibangun perkebunan Tebu pada ke 8 desa dan hingga hari ini belum terkonfirmasi informasi tersebut. Sementara itu Kastanya menginformasikan bahwa 7 desa lainnya yang akan diverifikasi teknis dalam waktu dekat masing-masing Fursui (1635 ha), Kandar (2450 ha), Adodo Fordata (576 ha), Walerang (456 ha), Sofyanin (518 ha), Awear (506 ha), Rumngeur (38 ha) dan Romean (945 ha).
Sementara itu, L. Leleulya, S.Hut, M.Si dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan menambahkan, manfaat yang dapat diperoleh dari Hak Pengelolaan Hutan Desa, Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan dan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman rakyat antara lain kelompok masyarakat dapat memiliki akses dalam pengelolaan kawasan hutan secara pasti, masyarakat dapat mengelola, memanfaatkan dan melestarikan hutan, masyarakat dapat difasilitasi setelah mendapat hak atau izin melalui pemberian alat ekonomi produktif, pengembangan Agroforestry, Silvopasture, Silvofishery, fasilitasi dari Pengembangan perhutanan sosial nusantara (Bang PeSoNa, dapat melakukan kemitraan, dapat difasilitasi pemberian KUR (Kredit Usaha Rakyat), dan peningkatan kapasitas kelompok (Sekolah lapangan, Temu Usaha, dan Studi banding).
Lebih lanjut Fredi Silahooy.S.Hut staf seksi Penanganan Konflik dan Tenurial Hutan Adat mengatakan bahwa masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu, karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Silahooy dalam PERMENLHK No. 32/2015 bahwa Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. Menurut Fredi Masyarakat Hukum Adat yang hidup di dalam dan sekitar hutan memiliki relasi yang sangat erat dengan kawasan hutan, dan hutan adalah sumber kehidupan yang dikelola secara turun temurun dengan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional dimana semangat dari masyarakat hukum adat sejatinya adalah melakukan PROTEKSI terhadap hutan adat disekitarnya sehingga praktek-praktek pengelolaan sumberdaya hutan dapat terus berlangsung secara lestari.
Kegiatan sosialisasi diwarnai dengan diskusi yang alot dimana beberapa kepala SKPD diantaranya Kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Desa OLilit, staf Dinas Lingkungan Hidup, Kadis Pekerjaan Umum dan sekretaris Dinas Ketahanan Pangan mempertanyakan hal-hal teknis terkait perhutanan sosial sekaligus memberikan masukan terhadap rencana kerja dari kegiatan Perhutanan Sosial di Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Akhir dari Kegiatan sosialisasi ditutup oleh Asisten II dimana menurutnya Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat sangat berterimakasih atas kehadiran Balai Perhutanan Sosial di MTB, dan berharap kegiatan Perhutanan Sosial dapat memberikan manfaat bagi kesejahateraan masyarakat sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan di MTB. (DiskominfoMTB).