UPTD Nilai Larangan Camat Wermaktian ke SMK Negeri Seira Keliru
pada tanggal
Sunday, August 26, 2018
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) SMU/SMK Dinas Pendidikan Provinsi Maluku di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Bartolomeus Matruty mengatakan bahwa larangan Plt Camat Wermaktian, Charles Utuwally kepada Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Negeri Seira untuk berpartisipasi dalam perayaan hari ulang tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke 73 di kecamatan tersebut merupakan kekeliruan yang berawal dari salah paham.
"Hal ini merupakan kekeliruan, sebab intinya koordinasi terutama camat sebagai pimpinan yang harus memberikan contoh kepada masyarakat. Dapat melayani tanpa menuntut wibawa. Hal ini sudah saya sampaikan ke camat, ini hanya kekeliruan," ujar dia kepada Lelemuku.com pada Jumat (24/8).
Ia mengatakan kekeliruan ini terjadi karna camat seharusnya memberitahukan permintaan kepada SMK Seira dengan sepengetahuan UPTD di Saumlaki.
"Sebab sesuai aturan, SMA dan SMK bukan lagi dibawah komando pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa. Tetapi dibawah provinsi dan harus berkoordinasi dengan kami," papar Matruty.
Ditegaskan saat ini masih banyak pejabat yang belum paham dengan posisi SMA dan SMK saat ini. Sehingga terkait masalah komando kepada pihak sekolah tanpa koordinasi dengan UPTD SMU dan SMK harus segera dipahami bersama.
"Saya sangat mengharapkan tidak ada lagi kesalahpahaman terutama dari pihak-pihak yang selama ini belum memahami posisi SMA dan SMK. Sebab sekarang ini pendidikan sekolah menengah tidak lagi diperintah di kabupaten dan mesti harus ada koordinasi dengan kami di UPTD," ujar dia.
Terkait pelarangan yang dikeluarkan camat pasca kekeliruan ini dinilai sangat tidak adil, sebab siswa dan para guru SMK Negeri Seira juga memiliki hak yang sama seperti warga negara Indonesia lainnya.
"Jangan anggap ini masalah kecil, ini masalah nasional sebab larang warga negara Indonesia untuk berpartisipasi dalam hari kemerdekaan negara, adalah pelanggaran HAM," ujar dia
Selanjutnya ia menyatakan siap fasilitasi komunikasi antara Camat dengan pihak SMK Negeri Seira sehingga kesalahpahaman yang terjadi dapat segera dituntaskan dan tidak diperbesar.
"Mari secara satria, kita lepaskan ego jabatan. Jika sadari ada kesalahan mari kita duduk bersama dan selesaikan sehingga masalah seperti ini tidak berkepanjangan dan terulang lagi, sebab yang rugi adalah para siswa, guru dan masyarakat," imbuh dia.
Sebelumnya Camat Wermaktian Charles Utuwally melarang siswa-siswi dan para guru SMK Negeri Seira. Larangan ini berujung pada dikeluarkannya para siswa SMK yang ikut berpartisipasi dalam tim sepak bola dari perwakilan desanya.
Mewakili camat, pelaksana harian (Plh) Desa Weratan, Misail Sabonlela yang menyatakan pihaknya diperintahkan untuk melarang para siswa-siswi dari SMK Seira untuk berpartisipasi dalam tiap lomba HUT RI kali ini.
"Saya mohon maaf kepada kepada adik-adik sekalian yang hari ini bertanding dilapangan. Ini hasil keputusan resmi dari bapak Camat Wermaktian terkait khusus untuk anak-anak sekolah yang berasal dari SMK, anak-anak ini tidak bisa bermain," ujar dia saat memberikan arahan saat pertandingan antara klub bola Antariksa melawan klub Semut Merah di Lapangan Bolakaki Desa Weratan pada 5 Agustus lalu.
Sabonlela melanjutkan, keputusan pelarangan mutlak kepada siswa sekolah tertentu ini diambil oleh Camat Utuwally dan diterapkan untuk seluruh mata lomba yang dipertandingkan dalam perayaan HUT RI kali ini.
"Ini keputusan Camat Wermaktian, bukan keputusan panitia atau keputusan pemerintah desa. Saya bersama sekdes (sekretaris desa) sebagai pimpinan desa di Weratan sudah pergi untuk klarifikasi tapi bapak camat semata-mata tidak mau untuk anak-anak SMK hadir dilapangan," ungkap dia.
Sementara Sekretaris Panitia, Nikodemus Ungirwalu mengatakan bahwa perintah dari camat merupakan hasil pertemuan bersama antara pemerintah desa dan panita yang harus ditaati.
"Ada penegasan dari hasil meeting kami, siswa-siswi maupun guru dari SMK tidak diperkenankan mengikuti pertandingan pada iven 17 kali ini. Kami tidak bisa lari dari keputusan ini," ungkap dia.
Plt Camat Wermaktian, Charles Utuwally mengklaim mengatakan larangan itu bukan disebabkan oleh dirinya, tetapi dirinya menuding kepala sekolah SMK yang tidak bekerja sama dengannya saat dirinya meminta anak muridnya terlibat dalam pasukan pengibar bendera (Paskibra).
"Sebenarnya yang melarang itu adalah kepala sekolah. Karena awal kegiatan yang jauh lebih penting kepsek menarik seluruhnya artinya kan bukan dari pihak panitia," ujar dia saat dikonfirmasi pada 17 Agustus.
Ia mengklaim surat permintaan terkait paskibra dari dirinya itu sesuai dengan prosedur yang berlaku. Yakni pihak Kecamatan menyurati kepala sekolah, kemudian sekolah yang memberitahukan kepada UPTD SMA SMK Dispenbud Provinsi Maluku di MTB bahwa siswa sekolah mereka diminta untuk menjadi anggota paskibra.
"Jadi tidak ada koordinasi antara pihak kecamatan dan UPTD. Surat dari camat secara resmi, dicap dan ditandatangani. Yang punya bawahan langsung ke kepala sekolah kan UPTD. Kalau saya telah menyurati kepsek-kepsek, ya kepsek berdasarkan surat dari camat yang menyurati ke UPTD untuk meminta atau menyampaikan bahwa kecamatan menyurati minta kesediaan saya mengijinkan anak-anak sekolah untuk mengikuti paskibra," beber dia.
Utuwally juga mengklaim bahwa dirinya tidak pernah mengetahui jika panitia dan pemerintah desa telah memaksa para siswa tersebut untuk mengundurkan diri secara terpaksa dari lomba-lomba jelang HUT RI ke 73 kali ini.
"Saya tidak tahu kalau panitia mengusir anak-anak sekolah saat ikut lomba," tutup dia.
Sementara Kepsek SMK Negeri Seira, Fransiskus Xaverius Ratuarat, S.Pd membenarkan persoalan sekolahnya tidak dilibatkan dalam kegiatan menyongsong HUT RI berawal dari Plt Camat Wermaktian yang menyurati sekolah untuk meminta kesediaan siswanya dilibatkan dalam paskibra.
"Kemudian dari surat itu kami dari pihak sekolah kembali membalas surat Plt. camat perihal pemberitahuan bahwa mengingat bahwa SMA dan SMK di kabupaten MTB telah diserahkan secara penuh ke pemerintah Provinsi Maluku. Itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan oleh sebab itu segala kordinasi yang terkait dengan tenaga guru, pegawai honor maupun siswa yang hendak digunakan, dipakai dalam kegiatan-kegiatan nasional ataupun kedaerahan itu mestinya pemerintah kecamatan harus berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku dalam hal ini kepala UPTD Kabupaten MTB," papar dia.
Diungkapkan hal inilah yang menjadi pemicu kesalahpahaman sehingga berujung pada pelarangan siswa-siswi SMK Negeri Seira dalam berbagai kegiatan pada HUT RI tahu n 2018.
"Jadi dalam kesempatan itu dari pemerintah kecamatan tidak membangun koordinasi dengan kepala UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku di Kabupaten MTB. Tetapi secara sepihak, mereka langsung membatasi semua siswa juga guru dan pegawai SMK Negeri Seira untuk tidak dilibatkan dengan semua kegiatan menyongsong perayaan HUT RI ke 73," ungkap dia. (Albert Batlayeri)
"Hal ini merupakan kekeliruan, sebab intinya koordinasi terutama camat sebagai pimpinan yang harus memberikan contoh kepada masyarakat. Dapat melayani tanpa menuntut wibawa. Hal ini sudah saya sampaikan ke camat, ini hanya kekeliruan," ujar dia kepada Lelemuku.com pada Jumat (24/8).
Ia mengatakan kekeliruan ini terjadi karna camat seharusnya memberitahukan permintaan kepada SMK Seira dengan sepengetahuan UPTD di Saumlaki.
"Sebab sesuai aturan, SMA dan SMK bukan lagi dibawah komando pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa. Tetapi dibawah provinsi dan harus berkoordinasi dengan kami," papar Matruty.
Ditegaskan saat ini masih banyak pejabat yang belum paham dengan posisi SMA dan SMK saat ini. Sehingga terkait masalah komando kepada pihak sekolah tanpa koordinasi dengan UPTD SMU dan SMK harus segera dipahami bersama.
"Saya sangat mengharapkan tidak ada lagi kesalahpahaman terutama dari pihak-pihak yang selama ini belum memahami posisi SMA dan SMK. Sebab sekarang ini pendidikan sekolah menengah tidak lagi diperintah di kabupaten dan mesti harus ada koordinasi dengan kami di UPTD," ujar dia.
Terkait pelarangan yang dikeluarkan camat pasca kekeliruan ini dinilai sangat tidak adil, sebab siswa dan para guru SMK Negeri Seira juga memiliki hak yang sama seperti warga negara Indonesia lainnya.
"Jangan anggap ini masalah kecil, ini masalah nasional sebab larang warga negara Indonesia untuk berpartisipasi dalam hari kemerdekaan negara, adalah pelanggaran HAM," ujar dia
Selanjutnya ia menyatakan siap fasilitasi komunikasi antara Camat dengan pihak SMK Negeri Seira sehingga kesalahpahaman yang terjadi dapat segera dituntaskan dan tidak diperbesar.
"Mari secara satria, kita lepaskan ego jabatan. Jika sadari ada kesalahan mari kita duduk bersama dan selesaikan sehingga masalah seperti ini tidak berkepanjangan dan terulang lagi, sebab yang rugi adalah para siswa, guru dan masyarakat," imbuh dia.
Sebelumnya Camat Wermaktian Charles Utuwally melarang siswa-siswi dan para guru SMK Negeri Seira. Larangan ini berujung pada dikeluarkannya para siswa SMK yang ikut berpartisipasi dalam tim sepak bola dari perwakilan desanya.
Mewakili camat, pelaksana harian (Plh) Desa Weratan, Misail Sabonlela yang menyatakan pihaknya diperintahkan untuk melarang para siswa-siswi dari SMK Seira untuk berpartisipasi dalam tiap lomba HUT RI kali ini.
"Saya mohon maaf kepada kepada adik-adik sekalian yang hari ini bertanding dilapangan. Ini hasil keputusan resmi dari bapak Camat Wermaktian terkait khusus untuk anak-anak sekolah yang berasal dari SMK, anak-anak ini tidak bisa bermain," ujar dia saat memberikan arahan saat pertandingan antara klub bola Antariksa melawan klub Semut Merah di Lapangan Bolakaki Desa Weratan pada 5 Agustus lalu.
Sabonlela melanjutkan, keputusan pelarangan mutlak kepada siswa sekolah tertentu ini diambil oleh Camat Utuwally dan diterapkan untuk seluruh mata lomba yang dipertandingkan dalam perayaan HUT RI kali ini.
"Ini keputusan Camat Wermaktian, bukan keputusan panitia atau keputusan pemerintah desa. Saya bersama sekdes (sekretaris desa) sebagai pimpinan desa di Weratan sudah pergi untuk klarifikasi tapi bapak camat semata-mata tidak mau untuk anak-anak SMK hadir dilapangan," ungkap dia.
Sementara Sekretaris Panitia, Nikodemus Ungirwalu mengatakan bahwa perintah dari camat merupakan hasil pertemuan bersama antara pemerintah desa dan panita yang harus ditaati.
"Ada penegasan dari hasil meeting kami, siswa-siswi maupun guru dari SMK tidak diperkenankan mengikuti pertandingan pada iven 17 kali ini. Kami tidak bisa lari dari keputusan ini," ungkap dia.
Plt Camat Wermaktian, Charles Utuwally mengklaim mengatakan larangan itu bukan disebabkan oleh dirinya, tetapi dirinya menuding kepala sekolah SMK yang tidak bekerja sama dengannya saat dirinya meminta anak muridnya terlibat dalam pasukan pengibar bendera (Paskibra).
"Sebenarnya yang melarang itu adalah kepala sekolah. Karena awal kegiatan yang jauh lebih penting kepsek menarik seluruhnya artinya kan bukan dari pihak panitia," ujar dia saat dikonfirmasi pada 17 Agustus.
Ia mengklaim surat permintaan terkait paskibra dari dirinya itu sesuai dengan prosedur yang berlaku. Yakni pihak Kecamatan menyurati kepala sekolah, kemudian sekolah yang memberitahukan kepada UPTD SMA SMK Dispenbud Provinsi Maluku di MTB bahwa siswa sekolah mereka diminta untuk menjadi anggota paskibra.
"Jadi tidak ada koordinasi antara pihak kecamatan dan UPTD. Surat dari camat secara resmi, dicap dan ditandatangani. Yang punya bawahan langsung ke kepala sekolah kan UPTD. Kalau saya telah menyurati kepsek-kepsek, ya kepsek berdasarkan surat dari camat yang menyurati ke UPTD untuk meminta atau menyampaikan bahwa kecamatan menyurati minta kesediaan saya mengijinkan anak-anak sekolah untuk mengikuti paskibra," beber dia.
Utuwally juga mengklaim bahwa dirinya tidak pernah mengetahui jika panitia dan pemerintah desa telah memaksa para siswa tersebut untuk mengundurkan diri secara terpaksa dari lomba-lomba jelang HUT RI ke 73 kali ini.
"Saya tidak tahu kalau panitia mengusir anak-anak sekolah saat ikut lomba," tutup dia.
Sementara Kepsek SMK Negeri Seira, Fransiskus Xaverius Ratuarat, S.Pd membenarkan persoalan sekolahnya tidak dilibatkan dalam kegiatan menyongsong HUT RI berawal dari Plt Camat Wermaktian yang menyurati sekolah untuk meminta kesediaan siswanya dilibatkan dalam paskibra.
"Kemudian dari surat itu kami dari pihak sekolah kembali membalas surat Plt. camat perihal pemberitahuan bahwa mengingat bahwa SMA dan SMK di kabupaten MTB telah diserahkan secara penuh ke pemerintah Provinsi Maluku. Itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan oleh sebab itu segala kordinasi yang terkait dengan tenaga guru, pegawai honor maupun siswa yang hendak digunakan, dipakai dalam kegiatan-kegiatan nasional ataupun kedaerahan itu mestinya pemerintah kecamatan harus berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku dalam hal ini kepala UPTD Kabupaten MTB," papar dia.
Diungkapkan hal inilah yang menjadi pemicu kesalahpahaman sehingga berujung pada pelarangan siswa-siswi SMK Negeri Seira dalam berbagai kegiatan pada HUT RI tahu n 2018.
"Jadi dalam kesempatan itu dari pemerintah kecamatan tidak membangun koordinasi dengan kepala UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku di Kabupaten MTB. Tetapi secara sepihak, mereka langsung membatasi semua siswa juga guru dan pegawai SMK Negeri Seira untuk tidak dilibatkan dengan semua kegiatan menyongsong perayaan HUT RI ke 73," ungkap dia. (Albert Batlayeri)