-->

Tips Agar Jokowi Datang ke Tanimbar


Sebenarnya banyak yang harus diperhatikan sebelum mengundang Presiden Joko Widodo ke Tanimbar. Mulai dari tata kota yang butuh perhatian lebih lanjut setelah dirapikan dengan seksama hingga pemberdayaan masyarakat untuk sumber daya alam dengan skala besar.

Lihat saja, banyak aspirasi warga yang disampaikan melalui dunia nyata dan dunia maya. Ada yang mengeluh karena investasi daerah dianggap tidak efektif menyentuh masyarakat dan malah mengabaikan peran masyarakat lokal yang dikenal dengan kemampuan menyerap ilmu secara cepat dan kilat.

Ada pula yang mengeluh karena upaya investasi dari swasta yang datang melapor ke pemerintah ibarat upaya penjajahan baru guna meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat masyarakat yang memiliki hak ulayat.

Ada lagi orang-orang yang mendukung pemerintah dengan melihat potensi pengembangan melalui pemberdayaan masyarakat. Beberapa contoh diantaranya dengan suksesnya pembudidayaan ikan lele, budidaya rumput laut, budidaya sayur mayur dan beberapa upaya budidaya lainnya.

Namun sayang, gaung budidaya ini tak sampai didengar hingga satu kabupaten, apalagi satu provinsi. Hal yang malah mengecilkan peluang kehadiran presiden ke negeri ini.

Sementara wacana meresmikan jembatan Wear Arafura yang hingga kini masih diperdebatkan nama aslinya dan pembagian sertifikat tanah kepada warga pun bukan alasan yang tepat untuk mengundang presiden.

Sebab harus ada alasan konkrit lainnya yang mampu menggugah Presiden Jokowi. Alasan kuat yang memiliki gaung regional hingga nasional yang dapat membuat Presiden Jokowi penasaran dan bertanya dalam hatinya, "mengapa selama ini saya belum ke Tanimbar?."

Sebab hingga detik inipun belum ada jawaban pasti dari Presiden, orang dekatnya saja hanya mengatakan belum ada rencana ke Tanimbar. Apalagi orang jauh dan masih memprediksi alur kedatangannya, mungkin lebih gelap lagi menjelaskannya. 

Semuanya ini bermuara kepada satu pertanyaan; "Kapan daerah ini mulai berbenah? Berbenah dari ketidaktahuan untuk mengembangkan diri, hingga berbenah dari ketidak percayaan memikul beban pembangunan bersama-sama".

Sebab hingga saat ini, semua orang masih berdebat dan saling menunjuk, siapa seharusnya yang bertanggung jawab dalam memberdayakan masyarakat di Negeri Duan Lolat dan mengantar semuanya keluar dari garis kemisikinan tertinggi di Kepulauan Maluku.

Semoga kita semua dapat bersama-sama menyadari hal ini dan mulai memikul beban yang seharusnya kita selesaikan sejak dahulu kala. (Redaksi)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel