Pemkab MTB Sikapi Pelarangan SMK Negeri Seira
pada tanggal
Monday, August 27, 2018
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Tenggara Barat (MTB), Provinsi Maluku sikapi insiden pelarangan kepada siswa-siswi dan para guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Seira untuk berpartisipasi dalam perayaan hari ulang tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke 73 dan berujung pada tidak diundangnya sekolah itu pada upacara detik-detik proklamasi oleh Pelaksana Tugas (Plt) Camat Wermaktian, Charles Utuwally.
Menurut Sekretaris Daerah (Sekda), Piterson Rangkoratat, SH, insiden ini akan segera dituntaskan pemkab melalui cara mediasi. Sebab diakui, hal ini muncul akibat kurangnya komunikasi antara kedua pejabat terkait sehingga penafsiran terkait aturan tersebut dipandang dari sudut pandang masing-masing.
“Untuk polemik yang sementara terjadi antara Camat Wermaktian dan Kepala SMK Negeri Seira, saya kira itu hanya miss-komunikasi terkait dengan keterlibatan SMK pada sejumlah pelaksanaan kegiatan menyongsong HUT RI Ke-73,” ujar dia kepada Lelemuku.com pada Senin (27/8).
Dikatakan hal ini telah diketahui Bupati MTB, Petrus Fatlolon dengan mengarahkan para Asisten 1I Bidang Pemerintahan Yohanis Batseran S.Sos dan Asisten III Bidang Administrasi Umum, Rynhard S. Matatula SP, M. Si untuk mengetahui duduk masalah, guna menuntaskan hal ini dengan segera.
“Karena sudah berkembang cukup besar di media sosial atas petunjuk pimpinan tadi. Kami sudah memanggil camat untuk menghadap melalui Asisten I dan juga kepala SMK melalui kepala UPTD utuk ketemu dengan Asisten III dalam rangka meminta klarifikasi atas ketidaksesuaian pendapat antara satu dengan yang lain yang kemudian menimbulkan polemik,” ujar Sekda.
Ia mengharapkan dari hasil klarifikasi tersebut, kemudian akan ada langkah-langkah yang perlu diambil untuk kemudian masalah ini bisa terselesaikan secara baik.
“Sebetulnya tentang masing-masing mempertahankan sikap itu hal yang wajar, nah masing-masing juga menginterprestasi peraturan perundang-undangan terkait dengan kewenangan yang ada. Pada camat termasuk kewenangannya yang ada dan pada Kepala SMK yang kewenangan pendidikannya saat ini ada pada pemda provinsi,” jelas Rangkoratat.
Ditegaskan pemkab tidak ingin masalah ini menjadi preseden buruk bagi Maluku Tenggara Barat, sebab visi Pemkab saat ini adalah menjadikan Kepulauan Tanimbar sebagai kabupaten yang tertib dan taat aturan menjadi patokannya.
“Jadi besok itu sudah mulai kita mengambil langkah-langkah, harapannya kalau mereka sudah ketemu kita akan selesaikan baik-baik tanpa harus ke ranah hukum. Saya tadi sudah mengarahkan kepada Asisten III untuk Kadis Pendidikan Kab MTB itu bisa hadir juga bersama dengan kepala UPTD termasuk Kepala Sekolah SMK agar masalahnya bisa kita selesaikan,” ujar dia.
Sekda juga optimis, hal ini akan terselesaikan dengan baik tanpa ada lagi masalah baru kedepannya.
“Saya yakin hal itu dapat diselesaikan dengan baik, kalau saja antara camat termasuk Kepala Sekolah SMK mereka saling berkoordinasi bersinerji dengan baik untuk, kemudian menyelesaikan masalah itu,” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Plt Camat Wermakatian, Charles Utuwally melarang siswa-siswi SMK Negeri Seira mengikuti iven guna memeriahkan HUT RI ke 73, meski para siswa tersebut tidak menggunakan nama sekolahnya. Serta berujung pada tidak diundangnya sekolah tersebut guna menghadiri upacara hari kemerdekaan.
Ia mengatakan bahwa larangan itu bukan disebabkan oleh dirinya, tetapi dirinya menuding kepala sekolah SMK yang tidak bekerja sama dengannya saat dirinya meminta anak muridnya terlibat dalam pasukan pengibar bendera (Paskibra), karena surat permintaan terkait paskibra dari dirinya itu sesuai dengan prosedur yang berlaku. Yakni pihak Kecamatan menyurati kepala sekolah, kemudian sekolah yang memberitahukan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispenbud) Provinsi Maluku, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) MTB bahwa siswa sekolah mereka diminta untuk menjadi anggota paskibra.
"Jadi tidak ada koordinasi antara pihak kecamatan dan UPTD. Surat dari camat secara resmi, dicap dan ditandatangani. Yang punya bawahan langsung ke kepala sekolah kan UPTD. Kalau saya telah menyurati kepsek-kepsek, ya kepsek berdasarkan surat dari camat yang menyurati ke UPTD untuk meminta atau menyampaikan bahwa kecamatan menyurati minta kesediaan saya mengijinkan anak-anak sekolah untuk mengikuti paskibra," beber dia.
Akibat masalah koordinasi itu, camat menyatakan paskibra dari SMK tersebut kemudian ditarik kembali oleh kepala sekolahnya.
"Setelah diseleksi oleh pihak kepolisian dan dilakukan latihan untuk pertama kali atau hari pertama kepsek menarik seluruh siswa SMK untuk tidak mengikuti kegiatan paskibra untuk menyongsong 17 Agustus. Saat itu saya sedang mengikuti kegiatan pendampingan para kepala desa untuk mengikuti bimtek di Bandung, sehingga saya hanya ditelepon untuk disampaikan saat ini saya menyampaikan bahwa terserah saja kalau mereka tidak bersedia sampaikan kepada pihak kepolisian untuk merekrut semuanya dari SMA," ujar dia.
Ia menyatakan pasca pelarangan tersebut, ia berharap agar kepala sekolah dapat menaati aturan etika kepegawaian yang harus mendatangi dirinya guna menjelaskan alasan sekolah menarik para siswa.
"Setelah saya balik, dari pihak sekolah tidak sama sekali datang ke saya. Saya menyurati secara resmi saja saat itu, saya sebagai pimpinan kecamatan semestinya sesuai dengan birokarsi aturan soal etika kepegawaian kan mereka dibawah saya semestinya mereka harus datang kepada saya," ujar dia.
Ia juga mengklaim bahwa dirinya tidak pernah mengetahui jika panitia dan pemerintah desa telah memaksa para siswa tersebut untuk mengundurkan diri secara terpaksa dari lomba-lomba jelang HUT RI ke 73 kali ini.
"Saya tidak tahu kalau panitia mengusir anak-anak sekolah saat ikut lomba," tutup dia.
Sementara Kepsek SMK Negeri Seira, Fransiskus Xaverius Ratuarat, S.Pd membenarkan persoalan sekolahnya tidak dilibatkan dalam kegiatan menyongsong HUT RI berawal dari Plt Camat Wermaktian yang menyurati sekolah untuk meminta kesediaan siswanya dilibatkan dalam paskibra.
"Kemudian dari surat itu kami dari pihak sekolah kembali membalas surat Plt. camat perihal pemberitahuan bahwa mengingat bahwa SMA dan SMK di kabupaten MTB telah diserahkan secara penuh ke pemerintah Provinsi Maluku. Itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan oleh sebab itu segala kordinasi yang terkait dengan tenaga guru, pegawai honor maupun siswa yang hendak digunakan, dipakai dalam kegiatan-kegiatan nasional ataupun kedaerahan itu mestinya pemerintah kecamatan harus berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku dalam hal ini kepala UPTD Kabupaten MTB," papar dia.
Diungkapkan hal inilah yang menjadi pemicu kesalahpahaman sehingga berujung pada pelarangan siswa-siswi SMK Negeri Seira dalam berbagai kegiatan pada HUT RI tahun 2018.
"Jadi dalam kesempatan itu dari pemerintah kecamatan tidak membangun koordinasi dengan kepala UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku di Kabupaten MTB. Tetapi secara sepihak, mereka langsung membatasi semua siswa juga guru dan pegawai SMK Negeri Seira untuk tidak dilibatkan dengan semua kegiatan menyongsong perayaan HUT RI ke 73," ungkap dia.
Ratuarat juga membenarkan masalah ini, dan berakibat pada tidak diundangnya para siswa SMK yang terpaksa ikut berbaris di deretan masyarakat.
"Jadi dalam kesempatan itu dari pemerintah kecamatan tidak membangun koordinasi dengan kepala UPTD SMA/SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Provinsi Maluku di Kabupaten MTB. Tetapi secara sepihak mereka langsung membatasi semua siswa juga guru dan pegawai SMK Negeri Seira untuk tidak dilibatkan dengan semua kegiatan menyongsong perayaan termasuk upacara HUT RI ke 73," papar dia.
Ia menyatakan pelarangan ini sangat fatal sebab telah melarang secara terang-terangan warga negara Indonesia dalam merayakan hari kenegaraan yang wajib diikuti oleh seluruh warga negara.
"Ini masuk dalam pelanggaran hukum tentang perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana dimaksud dalam bab 18 tentang kemerdekaan orang yang sebagaimana dimuat dalam pasal 335 ayat 1 KUHP juga perbuatan seperti ini juga melanggar undang-undang RI no 31 tahun 1999 tentang HAM," papar dia.
Terkait hal ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dispenbud Provinsi Maluku melalui UPTD SMA/SMK dan akan melanjutkan laporan ini ke pihak-pihak terkait. (Albert Batlayeri)
Menurut Sekretaris Daerah (Sekda), Piterson Rangkoratat, SH, insiden ini akan segera dituntaskan pemkab melalui cara mediasi. Sebab diakui, hal ini muncul akibat kurangnya komunikasi antara kedua pejabat terkait sehingga penafsiran terkait aturan tersebut dipandang dari sudut pandang masing-masing.
“Untuk polemik yang sementara terjadi antara Camat Wermaktian dan Kepala SMK Negeri Seira, saya kira itu hanya miss-komunikasi terkait dengan keterlibatan SMK pada sejumlah pelaksanaan kegiatan menyongsong HUT RI Ke-73,” ujar dia kepada Lelemuku.com pada Senin (27/8).
Dikatakan hal ini telah diketahui Bupati MTB, Petrus Fatlolon dengan mengarahkan para Asisten 1I Bidang Pemerintahan Yohanis Batseran S.Sos dan Asisten III Bidang Administrasi Umum, Rynhard S. Matatula SP, M. Si untuk mengetahui duduk masalah, guna menuntaskan hal ini dengan segera.
“Karena sudah berkembang cukup besar di media sosial atas petunjuk pimpinan tadi. Kami sudah memanggil camat untuk menghadap melalui Asisten I dan juga kepala SMK melalui kepala UPTD utuk ketemu dengan Asisten III dalam rangka meminta klarifikasi atas ketidaksesuaian pendapat antara satu dengan yang lain yang kemudian menimbulkan polemik,” ujar Sekda.
Ia mengharapkan dari hasil klarifikasi tersebut, kemudian akan ada langkah-langkah yang perlu diambil untuk kemudian masalah ini bisa terselesaikan secara baik.
“Sebetulnya tentang masing-masing mempertahankan sikap itu hal yang wajar, nah masing-masing juga menginterprestasi peraturan perundang-undangan terkait dengan kewenangan yang ada. Pada camat termasuk kewenangannya yang ada dan pada Kepala SMK yang kewenangan pendidikannya saat ini ada pada pemda provinsi,” jelas Rangkoratat.
Ditegaskan pemkab tidak ingin masalah ini menjadi preseden buruk bagi Maluku Tenggara Barat, sebab visi Pemkab saat ini adalah menjadikan Kepulauan Tanimbar sebagai kabupaten yang tertib dan taat aturan menjadi patokannya.
“Jadi besok itu sudah mulai kita mengambil langkah-langkah, harapannya kalau mereka sudah ketemu kita akan selesaikan baik-baik tanpa harus ke ranah hukum. Saya tadi sudah mengarahkan kepada Asisten III untuk Kadis Pendidikan Kab MTB itu bisa hadir juga bersama dengan kepala UPTD termasuk Kepala Sekolah SMK agar masalahnya bisa kita selesaikan,” ujar dia.
Sekda juga optimis, hal ini akan terselesaikan dengan baik tanpa ada lagi masalah baru kedepannya.
“Saya yakin hal itu dapat diselesaikan dengan baik, kalau saja antara camat termasuk Kepala Sekolah SMK mereka saling berkoordinasi bersinerji dengan baik untuk, kemudian menyelesaikan masalah itu,” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Plt Camat Wermakatian, Charles Utuwally melarang siswa-siswi SMK Negeri Seira mengikuti iven guna memeriahkan HUT RI ke 73, meski para siswa tersebut tidak menggunakan nama sekolahnya. Serta berujung pada tidak diundangnya sekolah tersebut guna menghadiri upacara hari kemerdekaan.
Ia mengatakan bahwa larangan itu bukan disebabkan oleh dirinya, tetapi dirinya menuding kepala sekolah SMK yang tidak bekerja sama dengannya saat dirinya meminta anak muridnya terlibat dalam pasukan pengibar bendera (Paskibra), karena surat permintaan terkait paskibra dari dirinya itu sesuai dengan prosedur yang berlaku. Yakni pihak Kecamatan menyurati kepala sekolah, kemudian sekolah yang memberitahukan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispenbud) Provinsi Maluku, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) MTB bahwa siswa sekolah mereka diminta untuk menjadi anggota paskibra.
"Jadi tidak ada koordinasi antara pihak kecamatan dan UPTD. Surat dari camat secara resmi, dicap dan ditandatangani. Yang punya bawahan langsung ke kepala sekolah kan UPTD. Kalau saya telah menyurati kepsek-kepsek, ya kepsek berdasarkan surat dari camat yang menyurati ke UPTD untuk meminta atau menyampaikan bahwa kecamatan menyurati minta kesediaan saya mengijinkan anak-anak sekolah untuk mengikuti paskibra," beber dia.
Akibat masalah koordinasi itu, camat menyatakan paskibra dari SMK tersebut kemudian ditarik kembali oleh kepala sekolahnya.
"Setelah diseleksi oleh pihak kepolisian dan dilakukan latihan untuk pertama kali atau hari pertama kepsek menarik seluruh siswa SMK untuk tidak mengikuti kegiatan paskibra untuk menyongsong 17 Agustus. Saat itu saya sedang mengikuti kegiatan pendampingan para kepala desa untuk mengikuti bimtek di Bandung, sehingga saya hanya ditelepon untuk disampaikan saat ini saya menyampaikan bahwa terserah saja kalau mereka tidak bersedia sampaikan kepada pihak kepolisian untuk merekrut semuanya dari SMA," ujar dia.
Ia menyatakan pasca pelarangan tersebut, ia berharap agar kepala sekolah dapat menaati aturan etika kepegawaian yang harus mendatangi dirinya guna menjelaskan alasan sekolah menarik para siswa.
"Setelah saya balik, dari pihak sekolah tidak sama sekali datang ke saya. Saya menyurati secara resmi saja saat itu, saya sebagai pimpinan kecamatan semestinya sesuai dengan birokarsi aturan soal etika kepegawaian kan mereka dibawah saya semestinya mereka harus datang kepada saya," ujar dia.
Ia juga mengklaim bahwa dirinya tidak pernah mengetahui jika panitia dan pemerintah desa telah memaksa para siswa tersebut untuk mengundurkan diri secara terpaksa dari lomba-lomba jelang HUT RI ke 73 kali ini.
"Saya tidak tahu kalau panitia mengusir anak-anak sekolah saat ikut lomba," tutup dia.
Sementara Kepsek SMK Negeri Seira, Fransiskus Xaverius Ratuarat, S.Pd membenarkan persoalan sekolahnya tidak dilibatkan dalam kegiatan menyongsong HUT RI berawal dari Plt Camat Wermaktian yang menyurati sekolah untuk meminta kesediaan siswanya dilibatkan dalam paskibra.
"Kemudian dari surat itu kami dari pihak sekolah kembali membalas surat Plt. camat perihal pemberitahuan bahwa mengingat bahwa SMA dan SMK di kabupaten MTB telah diserahkan secara penuh ke pemerintah Provinsi Maluku. Itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan oleh sebab itu segala kordinasi yang terkait dengan tenaga guru, pegawai honor maupun siswa yang hendak digunakan, dipakai dalam kegiatan-kegiatan nasional ataupun kedaerahan itu mestinya pemerintah kecamatan harus berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku dalam hal ini kepala UPTD Kabupaten MTB," papar dia.
Diungkapkan hal inilah yang menjadi pemicu kesalahpahaman sehingga berujung pada pelarangan siswa-siswi SMK Negeri Seira dalam berbagai kegiatan pada HUT RI tahun 2018.
"Jadi dalam kesempatan itu dari pemerintah kecamatan tidak membangun koordinasi dengan kepala UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku di Kabupaten MTB. Tetapi secara sepihak, mereka langsung membatasi semua siswa juga guru dan pegawai SMK Negeri Seira untuk tidak dilibatkan dengan semua kegiatan menyongsong perayaan HUT RI ke 73," ungkap dia.
Ratuarat juga membenarkan masalah ini, dan berakibat pada tidak diundangnya para siswa SMK yang terpaksa ikut berbaris di deretan masyarakat.
"Jadi dalam kesempatan itu dari pemerintah kecamatan tidak membangun koordinasi dengan kepala UPTD SMA/SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Provinsi Maluku di Kabupaten MTB. Tetapi secara sepihak mereka langsung membatasi semua siswa juga guru dan pegawai SMK Negeri Seira untuk tidak dilibatkan dengan semua kegiatan menyongsong perayaan termasuk upacara HUT RI ke 73," papar dia.
Ia menyatakan pelarangan ini sangat fatal sebab telah melarang secara terang-terangan warga negara Indonesia dalam merayakan hari kenegaraan yang wajib diikuti oleh seluruh warga negara.
"Ini masuk dalam pelanggaran hukum tentang perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana dimaksud dalam bab 18 tentang kemerdekaan orang yang sebagaimana dimuat dalam pasal 335 ayat 1 KUHP juga perbuatan seperti ini juga melanggar undang-undang RI no 31 tahun 1999 tentang HAM," papar dia.
Terkait hal ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dispenbud Provinsi Maluku melalui UPTD SMA/SMK dan akan melanjutkan laporan ini ke pihak-pihak terkait. (Albert Batlayeri)